Sejak
era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia, sejak itu pula
perubahan kehidupan mendasar berkembang di hampir seluruh kehidupan berbangsa
dan bernegara. Seperti merebaknya beragam krisis yang melanda Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Salah satunya adalah berkaitan dengan Orientasi
Pembangunan. Dimasa Orde Baru, orientasi pembangunan masih terkonsentrasi pada
wilayah daratan.
Sektor
kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber daya
kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis
dan potensinya. Potensi sumberdaya tersebut terdiri dari sumberdaya yang dapat
diperbaharui, seperti sumberdaya perikanan, baik perikanan tangkap maupun
budidaya laut dan pantai, energi non konvensional dan energi serta sumberdaya
yang tidak dapat diperbaharui seperti sumberdaya minyak dan gas bumi dan
berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai
macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan
dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan
sebagainya. Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman Wahid dengan
Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999 dalam
Kabinet Periode 1999-2004 mengangkat Ir. Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri
Eksplorasi Laut.
Selanjutnya
pengangkatan tersebut diikuti dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut
(DEL) beserta rincian tugas dan fungsinya melalui Keputusan Presiden Nomor 136
Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Departemen. Ternyata penggunaan nomenklatur DEL
tidak berlangsung lama karena berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah
dilakukan perubahan penyebutan dari Menteri Eksplorasi Laut menjadi Menteri
Eksplorasi Laut dan Perikanan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 145 Tahun
1999 tanggal 1 Desember 1999. Perubahan ini ditindaklanjuti dengan penggantian
nomenklatur DEL menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) melalui
Keputusan Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999.
Dalam
perkembangan selanjutnya, telah terjadi perombakan susunan kabinet setelah
Sidang Tahunan MPR tahun 2000, dan terjadi perubahan nomenklatur DELP menjadi
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sesuai Keputusan Presiden Nomor
165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Wewenang, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen.
Kemudian
berubah menjadi Kementrian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan Peraturan
Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara, maka Nomenklatur Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi Kementerian
Kelautan dan Perikanan, sedangkan struktur organisasi pada Kementerian Kelautan
dan Perikanan tidak mengalami perubahan.
Dalam
rangka menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tersebut, pada
November 2000 telah dilakukan penyempurnaan organisasi DKP. Pada akhir tahun
2000, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan
Organisasi dan Tugas Departemen, dimana organisasi DKP yang baru menjadi :
a.
Menteri Kelautan dan Perikanan;
b. Sekretaris Jenderal;
c. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
d. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
e. Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
f. Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran;
g. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
h. Inspektorat Jenderal;
i. Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
j. Staf Ahli.
b. Sekretaris Jenderal;
c. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
d. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
e. Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
f. Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran;
g. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
h. Inspektorat Jenderal;
i. Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
j. Staf Ahli.
Sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Preaturan Presiden Nomor 94 Tahun
2006, maka struktur organisasi KKP menjadi :
a.
Menteri Kelautan dan Perikanan;
b. Sekretaris Jenderal;
c. Inspektorat Jenderal;
d. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
e. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
f. Direktorat Jenderal Pengawasan & Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
g. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan;
h. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
i. Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
j. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan;
k. Staf Ahli.
b. Sekretaris Jenderal;
c. Inspektorat Jenderal;
d. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
e. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
f. Direktorat Jenderal Pengawasan & Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
g. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan;
h. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
i. Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
j. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan;
k. Staf Ahli.
Tebentuknya
Kementrian Kelautan dan Perikanan pada dasarnya merupakan sebuah tantangan,
sekaligus peluang bagi pengembangan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Artinya, bagaimana KKP ini menempatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai
salah satu sektor andalan yang mampu mengantarkan Bangsa Indonesia keluar dari
krisis ekonomi yang berkepanjangan. Setidaknya ada beberapa alasan pokok yang
mendasarinya.
Pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tetapi juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tetapi juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Kedua, selama beberapa dasawarsa, orientasi pembangunan negara ini
lebih mangarah ke darat, mengakibatkan sumberdaya daratan terkuras. Oleh karena
itu wajar jika sumberdaya laut dan perikanan tumbuh ke depan.
Ketiga, dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya
kesadaran manusia terhadap arti penting produk perikanan dan kelautan bagi
kesehatan dan kecerdasan manusia, sangat diyakini masih dapat meningkatkan
produk perikanan dan kelautan di masa datang. Keempat, kawasan pesisir dan
lautan yang dinamis tidak hanya memiliki potensi sumberdaya, tetapi juga
memiliki potensi bagi pengembangan berbagai aktivitas pembangunan yang bersifat
ekstrasi seperti industri, pemukiman, konservasi dan lain sebagainya.
Post a Comment