Melonjaknya harga minyak mentah dunia yang
diperkirakan akan mencapai US$ 150,00 pada tahun-tahun mendatang, membawa
konsekuensi penyesuaian atau kenaikan harga BBM dalam negeri, pada saat
bersamaan tingkat kemampuan masyarakat terutama di pesisir masih sangat rendah.
Oleh sebab itulah, potensi gas biogenik cukup rasional diunggulkan sebagai
bahan bakar murah pengganti BBM.
Hal lain yang akan muncul sebagai multi efek dari pemanfaatan gas biogenik ini
adalah perubahan pandangan masyarakat bahwa gas biogenik yang asalnya dianggap
sebagai gas beracun dan berbahaya, akan berubah menjadi berkah jika dapat
dikelola dan dimanfaatkan sebagai sumber energi baru yang murah dan ramah
lingkungan, sehingga lambat laun akan menghilangkan ketergantungan energi BBM
bagi masyarakat di kawasan pesisir yang terpencil.
Potensi gas biogenik di Indonesia cukup menjanjikan. Masih dalam artikel yang
sama Kepala Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL), Subaktian Lubis menyatakan,
hasil penelitian gas biogenik di laut dangkal yang dilakukan oleh Puslitbang
Geologi Kelautan (PPPGL), Kementerian. Energi dan Sumber Daya Mineral di
sepanjang pantai utara Jawa memperlihatkan indikasi gas biogenik yang cukup
menjanjikan. Pemetaan geologi kelautan sistematik di wilayah perairan Laut Jawa
dan Selat Madura yang dilakukan oleh PPPGL tahun 2004 menggunakan seismik
resolusi tinggi memperlihatkan indikasi potensi sumber gas biogenik yang
terperangkap pada sedimen Holocene. Hasil pemboran laut dangkal pada kedalaman
sekitar 20 m dari dasar laut di kawasan itu juga ditemukan adanya sedimen
berwarna gelap yang diduga sebagai sumber gas yang kaya akan organic matter.
Lapisan pembawa gas di laut Jawa dan selat Madura umumnya ditemukan pada
kedalaman antara 20-50 m di bawah dasar laut.
Pada kedalaman tersebut lanjut Kepala PPPGL. ditemukan jenis methanobacterial
jenis M.uliginosum dengan rata2 total 2000 cell/gram yang dikenal sebagai
bakteri pembentuk gas methan. Hasil analisa komposisi gas yang dari beberapa
pemboran dangkal menunjukkan kandungan gas methan sebesar 2976,6 ppm.
Berdasarkan indikator jenis koefisien methan ?13C memperlihatkan kisaran antara
–84‰ s/d –66‰. Menurut Claypool and Kaplan (1974), kisaran koefisien ini
membuktikan bahwa gas yang terkandung pada lapisan sedimen pembawa gas termasuk
gas biogenik, bukan petrogenik/termogenik yang berasal dari rembesan perangkap
hidrokarbon.
Pemetaan secara horizontal menunjukkan bahwa hampir seluruh kawasan perairan
dangkal terutama di muara sungai-sungai purba ditemukan indikasi sedimen
mengandung gas (gas charged sediment) yang diduga merupakan akumulasi gas biogenik
yang berasal dari maturasi tumbuhan rawa purba yang tertimbun sedimen Resen.
Gas biogenik ini umumnya didominasi oleh gas methan (CH4) yang dikenal sebagai
salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Gas biogenik yang terdapat di bumi ini hampir mencapai 20% dari seluruh sumber
gas alam, namun keterdapatannya menyebar pada kantong-kantong gas kecil dengan
berbagai ukuran dan pada kedalaman yang bervariasi. Di China gas biogenik telah
dieksploitasi dan dimanfatkan sebagai energi pembangkit listrik mikro dan
industri kecil di muara sungai Yangtze (Qilun, 1995). Umumnya, dari satu sumur
gas di kawasan ini dapat dieksploitasi 5.000 m3 gas per hari dengan tekanan
maksimum 6,1 Kg/cm2.
Pemanfaatan pada skala yang lebih besar, dilakukan dengan cara inter-koneksi
beberapa sumur bor dangkal yang dialirkan pada tabung penampung yang dilengkapi
valve (kran). Untuk memperoleh tekanan sekitar 80 Kg/m2 diperlukan paling
sedikit tigapuluh lubang bor. Dengan demikian, maka gas biogenik ini dapat dialirkan
tanpa pompa sejauh 1000 meter dari sumbernya.
Di Indonesia gas biogenik ini sudah mulai dimanfaatkan secara sederhana sebagai
bahan bakar langsung untuk rumah tangga dan penerangan jalan. Di Desa Mayasari,
Pamekasan, Madura telah digunakan untuk kompor pengering makanan dan lampu
(flare) penerangan jalan desa. Demikian halnya di Ngrampal, Sragen juga telah
dimanfaatkan sebagai bahan bakar rumah tangga. Beberapa tempat lainnya yang
dilaporkan mempunyai semburan gas dangkal adalah di Desa Mindi Porong, Desa
Dukuh Jeruk Indramayu, Muarakakap Kalbar, serta beberapa daerah lainnya, namun
belum dilakukan eksplorasi rinci tentang potensi cadangan gasnya.
Terkait dengan pemanfaatan untuk tujuan komersial menurut Kepala PPPGL, masih
diperlukan kajian yang lebih mendalam, terutama dalam menentukan potensi
cadangan serta proses pemanfaatannya. Namun demikian dengan telah diproduksinya
jenis generator yang secara khusus dirancang menggunakan bahan bakar methan
oleh China (generator 500 KVA CC500MG), dan Australia (Electrum AS3010 methane
gas powered generator) telah memungkinkan pemanfaatan gas biogenik ini untuk
dikonversikan secara ekonomis menjadi tenaga listrik skala kecil, terutama bagi
masyarakat di kawasan terpencil yang jauh dari jangkauan jaringan listrik PLN.
Selain itu, beberapa peralatan lainnya yang telah diproduksi mengunakan bahan
bakar gas biogenik adalah water heater dan methane boiler.
Lebih lanjut menurut Subaktian, jika ditemukan kemunculan rembesan gas biogenik
yang ekstrim adalah perlunya kajian tentang adanya kemungkinan tekanan tambahan
sebagai pemicu naiknya tekanan gas. Banyak dijumpai bahwa rembesan/semburan gas
biogenik ini terjadi di sekitar sumur-sumur pemboran migas. Ada dugaan bahwa
tidak sempurnanya sistem casing lubang bor mengakibatkan bocornya tekanan yang
selanjutnya memicu gas biogenik ini naik ke permukaan. Dugaan lain menyebutkan
bahwa memang struktur tanah permukaan di sekitar lubang bor biasanya merupakan
daerah yang lebih lemah akibat getaran eksplorasi atau kegiatan seismik
sebelumnya, sehingga gas biogenik ini terpicu menerobos dan merembes ke
permukaan melalui rekahan-rekahan atau daerah lemah.
Untuk memastikan suatu rembesan gas biogenik ini murni sebagai gejala geologi
atau bercampur dengan gas dari aktifitas pemboran migas, biasanya dilakukan uji
analisa isotop carbon. Jika kandungan gas methan biogenik ini antara
-90<?13C<-45 maka termasuk sebagai gas rawa murni, tetapi jika
?13C>-45 maka termasuk gas methan petrogenik yang berasal dari rembesan
reservoir migas. Jika gas biogenik ini bercampur dengan gas petrogenik maka
rembesan gas mempunyai tekanan yang relatif tinggi dan rembesan gas disertai
dengan keluarnya lumpur dari lapisan formasi yang berumur lebih tua
(pra-Quarter). Demikian pula, jika pada analisa kandungan gas hidrokarbon ini
dijumpai kandungan C3 (propan) atau C4 (butan) maka kemungkinan telah tercampur
dengan gas-gas yang lebih matang (over mature) dari rembesan sistem petroleum.
(SF)
Sumber : Puslitbang Geologi Kelautan
Post a Comment